Suddenly Saigon
Wednesday, March 30, 2011 by Detta Paramaditha in Labels: , , ,

as published on Good Housekeeping Indonesia - February2011
            Sahabat saya, Naila, sempat berkunjung ketika saya masih berdomisili di Singapura untuk merayakan ulang tahunnya yang ke 32. Ide impulsif untuk mengunjungi Saigon datang saat kami tahu dari laman Facebook ada beberapa kawan yang sedang backpacking keliling IndoChina. Kami melakukan kontak untuk menyusul mereka di Ho Chi Minh City alias Saigon, sebelum mereka melanjutkan perjalanan keliling Vietnam. Berbekal tiket dadakan yang dipesan 5 jam sebelum keberangkatan dan sebuah ransel, kami berangkat ke Saigon untuk perjalanan 3 hari 2 malam.
Kota Seribu Motor
            Menginjak Saigon, kita seperti dihadapkan pada Jakarta tahun 1980 an. Ibukota Vietnam ini masih banyak motor yang berseliweran dengan tata kota dan traffic yang semerawut. Namun justru inilah yang jadi nadi penghidup kota terpadat di Vietnam ini. Bangunan tua berarsitektur kolonial Perancis yang berlomba dengan gedung berdesain modern menghiasi muka Saigon. Sementara rumah-rumah khas perkotaan Vietnam yang cenderung sempit namun tingginya sampai 4 lantai juga bertebaran di kota ini.
            Tidak perlu apply visa untuk mengunjungi Vietnam, cukup antri visa on arrival yang gratis bagi warga negara ASEAN. Dalam 30 menit, kita sudah bisa keluar dari imigrasi untuk ambil bagasi. Bandara Tan So Nhat cukup nyaman karena relatif baru, tapi seperti kebanyakan aiport negara berkembang, belum dilengkapi sistem informasi yang memadai. Dari sini, kita bisa memilih untuk menuju pusat kota dengan naik motor (USD 5-7) atau taksi (USD 10-12). Oh ya, bepergian di Vietnam lebih baik berbekal recehan USD karena mereka lebih menyukai mata uang Amerika ketimbang VND (Vietnam Dong). Biasanya, transaksi pembayaran dalam USD akan diberikan kembalian dalam VND. Kurs untuk 1 USD adalah sekitar 18.000 VND.
            Perjalanan menuju tengah kota Ho Chi Minh cukup ditempuh dalam 30-40 menit. Dengan luas 2.095 km2, Saigon terbagi atas 19 distrik lokal dan 5 distrik suburban. Untuk memudahkan acara jalan-jalan, disarankan untuk menginap di hotel yang terletak di District 1 yang merupakan pusat kota. Hotel termewah di kota ini, Rex Hotel, sudah berdiri sejak tahun 1970an dan baru direnovasi tahun 2008 kemarin, bisa anda tinggali dengan tarif mulai USD 100-150/malam. Tapi jika anda ingin berhemat, hotel bintang 2-3 di Saigon berkisar antara USD 70-45/malam. Paket murah ala Jalan Jaksa juga disediakan losmen sepanjang Pham Nguc Lao dengan tarif USD 10-30/malam.
            Untuk berkeliling Ho Chi Minh City, anda bisa ikut day tour yang banyak disediakan oleh hotel lokal dengan biaya USD 10-15 untuk setengah hari. Jika anda berniat untuk keliling kota sendiri, anda bisa naik taksi, motor maupun tuk-tuk sebagai sarana transportasi. Kebanyakan backpackers menyewa tukang ojek untuk berkeliling seharian cukup dengan membayar USD 5. Tapi jika anda bersama keluarga, akan lebih nyaman jika menyewa mobil sekitar USD 25-35/hari termasuk bensin.
Pasar Ben Thanh, Istana Reunifikasi & Notre Dame
            Belum sah jika pergi ke Saigon tanpa mampir ke Pasar Ben Thanh. Pasar ini hampir seperti Pasar Chatuchak di Bangkok, menawarkan berbagai barang baik untuk turis ataupun kebutuhan sehari-hari. Pastinya kita harus pandai-pandai menawar dan berhati-hati akan copet yang suka berkeliaran. Di sini kita bisa membeli souvenir seperti tas sulam sutera, topi kerucut, lukisan maupun ukiran kayu khas Vietnam. Tidak hanya itu, beberapa warung di bagian belakang pasar juga menyediakan makanan khas Vietnam seperti bahn pho (mie daging), guoi cuon (lumpia basah), roti baguette isi keju/daging asap/tuna, gorengan bakso, jajanan es maupun kopi tetes ala Vietnam dengan susu kental manis. Untuk makan di pinggir jalan, perlu hati-hati karena mereka biasa mengkonsumsi daging babi. Jadi tanyalah dulu sebelum menyantap hidangan Vietnam yang segar dan lezat.
            Istana Reunifikasi juga patut dikunjungi bagi yang gemar berwisata museum. Bangunan ini pertama kali berdiri sebagai kantor gubernur masa pendudukan Prancis pada tahun 1858. Pembangunan terakhir yang dilakukan pada tahun 1962 membuat arsitektur art-deco terasa kental, bercampur dengan aroma sejarah pada peninggalan di era peralihan masa borjuis menuju komunis yang terjadi tahun 1975. Yang menarik, istana ini juga memiliki ruang hiburan, lengkap dengan meja roulette untuk pejabat-pejabat berjudi.
            Selain itu, landmark yang tak bisa dilewatkan adalah katedral Notre-Dame yang menurut saya adalah salah satu bangunan tercantik di Saigon. Gereja katolik yang dibangun pada tahun 1863 dan diakui oleh Vatikan sebagai katedral basilika pada tahun 1962. Seluruh materialnya diimpor dari Prancis pada awal pembangunannya, bahkan kaca gelasnya didatangkan dari daerah Lorin dan batanya dari Marseille. Sebuah patung Bunda Maria ukuran raksasa terletak tepat di depan gereja. Sangat romantis untuk melewatkan senja dengan mengopi di kafe-kafe ala Prancis yang tersebar di sekitar area ini. Kantor Pos Lama Saigon yang tak kalah indah juga terletak beberapa meter dari tempat ini, membuat kita betah berlama-lama foto hunting di sini.
Jadi Tikus Tanah di Cu Chi Tunnel dan Menyusuri Mekong Delta
            Cukup membayar USD 25 untuk ikut serta paket wisata ke kuil Cao Dai dan Cu Chi Tunnel yang letaknya sekitar 2.5 jam dari Saigon. Kuil Cao Dai adalah semacam agama yang penganutnya memiliki mengakui agama Budha, Konghucu,Tao dan Kristen. Terletak di Tay Ninh, biasanya mereka melakukan doa bersama pada jam 12 siang dan upacara ini sangat menarik dengan pendeta dan penganutnya yang memakai jubah warna-warni.
            Cu Chi Tunnel sendiri adalah jaringan bawah tanah tempat Vietkong melakukan perlawanan terhadap tentara Amerika pada perang Vietnam di tahun 1960an. Para tentara Vietkong bersembunyi di sini dan lorong ini penuh dengan jebakan, baik berupa bom maupun alat penyiksaan yang lain. Ukurannya pun disesuaikan dengan tubuh orang Vietnam, sehingga sangat menyulitkan bagi tentara Amerika melawan mereka secara gerilya. Lorong ini dilengkapi dengan ruang makan, dapur umum, penyimpanan logistik, bahkan klinik dan sekolah. Seperti desa bawah tanah dan turis pun bisa menjajal keluar masuk lorong ini untuk merasakannya. Tapi hati-hati karena belum semua bom dibersihkan dari area ini, jadi kita harus berjalan di area yang sudah diamankan. Ada juga lapangan tembak dimana kita bisa menjajal senapan AK47 dan artileri berat lain dan kita boleh membawa pulang selongsong pelurunya.
            Yang juga bisa dicoba adalah perjalanan menyusuri Mekong Delta dari Saigon menuju Phnom Penh, Kamboja. Dengan menyusuri sungai Mekong, kita bisa menikmati keseharian masyarakat perairan dengan pasar dan desa terapung yang merupakan nadi kehidupan kaum Khmer di masa lampau. Ini adalah alternatif menarik jika anda mempunyai waktu 3 hari, sedangkan perjalanan Saigon – Phnom Penh bisa ditempuh dalam waktu 7 jam dengan menggunakan bis antar kota.

Post a Comment